Senin, 30 Maret 2015

Kenangan dalam Hujan


            Rabu, 15 Oktober 2014
Hujan pertama di siang hari, semenjak ia menginjakkan kaki di tanah jawa. Hujan siang itu mengundang air mata, ia juga tak tau kenapa. Entah karena satu minggu lalu, ia baru saja melepas jingga yang hadirnya tak pernah diprediksikan , atau ada faktor lain menjanggal di hati. Rasa sedih yang teramat dalam, pikirannya merambat ke masa-masa yang telah ia lewati.
Ya Allah...lancarkanlah ujian kami, sukseskan kami, luluskan kami pada ujian nasional...” kalimat ini menari-nari di angannya. Mungkin itu juga menjadi salah satu faktor hadirnya kesedihan kala itu. Ketika masih beseragam putih abu-abu, detik-detik menjelang Ujian Nasional, suasana hujan selalu dijadikan kesempatan untuk berdo’a, karena do’a di saat hujan merupakan salah satu do’a yang maqbul, begitu penjelasannya. Tak tahu, apakah cara  berdo’a dengan sura lantang di depan kelas lalu diaminkan bersama termasuk cara yang benar atau tidak namun, tampak ada bahagia yang terselip di setiap senyuman mereka , kenangan yang dapat memecah tawa di masa nostalgia kelak. Memang unik karakter anak asrama.
            “Lalu, apa sebenarnya yang kamu tangisi?” tanyanya pada diri sendiri.
Tuhan ciptakan alur kehidupan yang begitu indah. Sangat sulit baginya untuk berpisah. Bukannya hidup ini antara pertemuan dan perpisahan? Ya, ia tahu itu. Tak ada yang harus disesali, hanya saja semua terlalu manis untuk dikenang.
“Inilah susahnya wanita, apa saja selalu dikaitkan dengan hati...” ia terlalu sering mengeluh.
“ Kalian teman yang takkan pernah hilang dari ingatanku, adanya kalian telah membuat masa putih abu-abuku penuh warna, ” gumamnya. Jarak benar telah memberi ruang. Mereka semua melangkah mengawali mimpi-mimpi yang pernah dirangkai bersama di bawah singgasana kota kabut. Tak sabar ia menunggu waktu yang akan kembali mempertemukan ia dan seluruh sahabat masa putih abu-abunya.
“ Kunanti kalian di masa kesuksesan, teman...” isaknya semakin tak kuasa menahan tangisan. Tak perlu menunggu pergantian menit, bulir bening itu telah membasahi pipinya.
Ia terduduk di sudut ruangan kelas menatap jarum jam lekat-lekat. Lamunan membawanya kembali terbang ke masa lalu. “ Kau tahu teman, talago di awal perjumpaan kita masih digenangi air, namun seiring mendekatnya detik perpisahan, talago itu sudah seperti padang rumput.“
“ Hei, bila rindu berkunjunglah kemari, ” seakan tumbuhan yang menutupinya tersenyum ramah menyapa dalam angan. Pandangannya kian menerawang menembus layar ponsel. Dahulu ia menghabiskan hari-harinya di sana, sekarang ia hanya bisa melihat tempat itu dari sebuah foto.
Kotobaru, begitulah panggilan akrab untuk sebuah sekolah yang bersaksi atas jalinan ukhuwah suci. Ukhuwah yang melekat hangat dengan sebutan Qanathir El-Khairiyah. Ya, demikian nama generasi yang diberikan seorang guru kepada mereka tepat di hari Rabu, 14 Sepetember 2011, biasa disingkat dengan el-qaerha. Semenjak pemberian nama generasi itu ukhuwah yang terjalin semakin erat. Walau terkadang ada perselisihan namun, perbedaan jualah yang akhirnya menyatukan kembali. Kurang lebih tiga tahun lamanya mereka menjalani kehidupan bersama sebagai anak asrama.
Tanggal 14 Sepetember setiap tahunnya selalu dirayakan sebagai hari jadi generasi. Bukan sebuah pesta mewah melainkan hanya acara berbentuk syukuran atas anugerah tuhan yang telah mempersatukan, ditambah kehadiran seorang ustad yang seperti sosok ayah bagi mereka. Beliaulah yang memberi nama untuk generasi itu, generasi bagaikan sebuah keluarga kecil, keluarga yang akan selalu ada sebagai tempat kembali di saat mereka tak tau ke mana harus pulang dan melangkah. Begitu kuatnya tali kekeluargaan yang mengikat erat sebuah ukhuwah.
Di tahun pertama hari jadi el-qaerha hanya ada berbagai ungkapan rasa syukur dan bahagia atas usia kebersamaan yang telah menginjak angka satu. Sedang di tahun kedua, malam 14 Sepetember dirayakan dengan berurai air mata. Tampak jelas kesedihan yang mendalam ketika ia dan para sahabatnya tertunduk mendengar kata demi kata yang keluar dari lisan seorang ustad yang kerap dipanggil abuna. Kata-kata beliau mengisyaratkan kentalnya kesedihan mengingat kebersamaan yang tinggal hitungan bulan. Tak ada suara yang keluar melainkan isak tangis yang memenuhi setiap sudut ruangan.
Kamis, 23 Januari 2014 adalah malam bersejarah. Banyak kenangan di hari itu. Setiap mereka bernampilan sebagus dan serapi mungkin, berusaha mempersembahkan yang terbaik di hadapan semua orang yang memenuhi aula asrama. Diawali lelucon-lelucon khas anak asrama yang berhasil memecah tawa, acara malam itu berlangsung sangat heboh. Kemudian satu persatu mulai terdiam, tertunduk, lalu tak bersuara. Isakan kecil perlahan terdengar, tangisan mengakhiri kemeriahan malam. Kata-kata yang diucapkan seorang sahabat berhasil membungkam mulut semua yang tadinya tertawa sedemikian heboh. Malam itu merupakan malam terakhir mereka menjalani muhadharah mingguan sebagai anak asrama. Minggu-minggu berikutnya mereka hanya akan disibukkan dengan berbagai macam persiapan jelang Ujian Nasional.
Pertemuan yang tak pernah aku terka, perpisahan yang tak sempat kubayangkan. Kini, satu persatu bunga sakura itu mulai layu dan berguguran, pertanda waktu tak berapa lama lagi,” goresan tinta di sela catatan hariannya masih tampak jelas. Dulu ketika masih duduk di bangku kelas XI mereka pernah menghias panggung perpisahan untuk kakak kelas XII dengan nuansa Jepang, memberikan pohon sakura di setiap sudut ruangan. Ia membalik lembar demi lembar catatan hariannya.
Canda tawa yang pernah ada, pertengkaran yang berarti, teguran demi teguran. Akankah kelak masih aku temui? Tak sanggup kumembayangkan ketika nanti aku terbangun dan mendapati diriku tak lagi berada di bawah atap yang sama dengan kalian,” butiran-butiran bening malam itu menjadi saksi kentalnya sebuah ukhuwah, waktu yang hanya beberapa jam telah menjadi sejarah penting bagi pejuang el-qaerha.
Cukup tuliskan kisah kita dalam diary hati dan pikiran takkan mampu menghapusnya. Aku bahagia karena Aku, Kamu, dan Kita semua pernah ada untuk pertemuan singkat ini. Seperti sebuah mimpi, tapi aku bangga bisa berada di tempat itu bersamamu sahabat, hingga akhir jasad ini menyatu dengan tanah negeri yang entah di belahan bumi mana. Walau semua akan segera menghilang seperti mimpi tadi malam.”
Kapal semakin mendekati dermaga, masa putih abu-abu akan segera menepi. Rabu, 16 April 2014 adalah hari di mana mereka meneteskan tetes darah terakhir dalam perjuangan menguak jawaban di balik soal-soal Ujian Nasional. Begitu bel berbunyi tanda waktu ujian berakhir, mereka pun bersorak gembira meninggalkan ruang ujian. Meski rasa cemas menunggu hasil ujian masih menghantui namun, tak menghalangi mereka untuk tetap tersenyum senang dan bergaya narsis siang itu. Demikian gambar yang berhasil diabadikan di balik layar camera dygital. Ujian Nasional berakhir, satu demi satu sahabat mulai meninggalkan asrama membawa semua barang-barangnya tanpa membiarkan satu pun tersisa. Suasana perpisahan melekat jelas di depan mata, sembilu tajam menyayat-nyayat relung hatinya. Tak kuasa ia sembunyikan tangisan, ia perlihatkan perasaan yang sebenarnya, ia belum siap untuk berpisah. Waktu melarutkan dalam kesedihan, mereka saling berpelukan, merangkul satu sama lain. Sengaja ia meninggalkan asrama lebih akhir, karena ingin melihat satiap langkah sahabat-sahabat yang meninggalkan asrama lebih awal. Kehebohan asrama tak seperti biasa, tak seperti teriakan-teriakan pagi hari saat kehabisan air. sungguh menyedihkan, bukan?
Selasa, 20 Mei 2014
Hari itu pengumuman kelulusan siswa SMA. Mereka kembali berkumpul di asrama. Perasaan bahagia yang tak bisa digambarkan, saling berpelukan sebagai ungkapan betapa mereka sangat merindu. Sore yang dihiasi rintik-rintik hujan, mereka berjalan menuju kelas, berbagai macam perasaan berkeliaran di pikiran. Seakan tak sabar mendengar pengumuman. Apakah masa putih abu-abu diakhiri dengan tangis bahagia atau tangis penyesalan.
“ayolah!!! Ustad, kami lulus atau nggak, Ustad????”, Ayu, seorang teman yang sulit sembunyikan rasa cemas. Rengekan manjanya setelah mendengar teriakan nyaring teman kelas sebelah berhasil mengundang tawa geli wali kelas.
Setelah puas melihat murid-murid yang semakin gelisah, disertai senyuman merekah wali kelas pun menyampaikan kabar baik yang dinanti-nantikan. Berita itu mereka sambut dengan sorakan-sorakan yang tak kalah berisiknya dari sorakan teman-teman di kelas lain, sorakan yang diiringi suara pukulan-pukulan meja. Ada yang tersenyum, ada yang menangis hebat, ada yang saling berpelukan, dan ia, ia bersorak sehabis suara. Meneriakkan pada langit yang tak lagi meneteskan airnya, bahwa sore itu ia, tepatnya mereka semua berhasil mengakhiri masa putih abu-abu dengan tangis bahagia tanpa seorang pun yang gagal. “Terimakasih Ya Allah....” ucapnya lirih.
Kegembiraan berlanjut pada malam hari, saat kelulusan dirayakan bersama seorang ustad yang sangat berarti dalam terciptanya kekeluargaan antara mereka. Mendengar kabar kelulusan mereka, sang ustad tak kalah bahagia, namun sinar mata beliau tak dapat berbohong. Ada kesedihan terselip di balik senyuman indahnya. Kenapa tidak, setelah malam itu entah kapan lagi mereka dapat berkumpul bersama, merasakan kehangatan di tengah-tengah keluarga kecil. Tiga tahun bernaung di bawah kota kabut memberi arti tersendiri. Waktu berputar semakin cepat, hingga akhirnya semua berpencar-pencar. Sebahagian ada yang meninggalkan tanah sumatera, perpisahan demi mengawali langkah baru untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang pernah diukir di bawah kaki merapi dan singgalang.
           Di sekolah itu segala cerita tentang cinta dan persahabatan bermula, kemudian berlalu menyisakan kenangan. Pasti akan sangat dirindukan. Di sana ia pernah menemukan sesuatu yang bernama suka, duka, bahkan luka. Selain hangatnya persahabatan, Kotobaru juga menghadirkan warna-warni masa remaja di hari-harinya. Bagaimana semua tidak menjadi kenangan yang sulit dilupakan. Hanya melalui catatan-catatan harian ia dapat mengenang masa putih abu-abu yang tak akan pernah kejadian dua kali.
           

***

Terimakasih sahabat
Tanpa kalian, masa putih abu-abu takkan sempurna 



Senin, 23 Maret 2015

Tinta Mahasiswa

mahasiswa...
kalau ditanya tentang mahasiswa, pernyataan apa saja nih yang seketika muncul dalam pikiran kita semua???

dulu sih ketika masih putih abu-abu, setiap berbicara soal mahasiswa, gambaran yang tiba-tiba muncul itu ya...udah nggak ada yang namanya seragam, udah nggak ada peraturan yang mengharuskan memakai sepatu hitam dan kaos kaki putih, setiap senin wajib pake topi dan ikut upacara bendera, setiap sabtu wajib memakai baju pramuka dengan lambang-lambang yang lengkap, dan tak lupa juga kacu ~ peraturan di sekolahan saya dulu sih gitu, nggak tau yang lainnya gimana.


mahasiswa juga nggak perlu takut dengan satpam yang selalu setia nungguin pintu gerbang, semenit aja telat jangan harap deh bakal dibolehin masuk, hadapin dulu guru piket, yang males paling ujung-ujungnya pulang ~ bukan pengalaman pribadi lo. dan juga nggak ada lagi yang namanya jadwal full berurutan dari senin sampai sabtu.

karena dulu yang kita tahu mahasiswa itu berangkat ke kampus dengan pakaian bebas asal sopan, warna sepatu juga terserah mau yang warna apa, mau dicocokin sama warna baju juga nggak masalah, kalau ini sih kebanyakan bagi cewek yang hobi menyesuaikan warna barang-barang yang dikenakan, udah kaya tante rambut palsu aja ~ bagi yang suka film dulce maria pasti tau tokoh ini.
dan kalau soal kaos kaki, mahasiswa ke kampus mau pake kaos kaki atau nggak sih terserah mereka, alias tergantung style masing-masing lah, kadang ada yang rapi banget, udah kaya mau ngelamar kerjaan, kadang ada juga yang masa bodoh, nggak peduli kostumnya dikira kaya kostum mau ke pasar. kalau buat yang cowok, kadang ada yang penampilannya subhanallah banget, udah kaya ustad mau ngisi khotbah jum'at, tapi nggak sedikit juga yang tampilannya kaya pencinta alam dengan celana gunung dan rambut gondrong andalannya, ini mau kuliah atau mau daki gunung ya? eiitts...jangan salah, di kampus mah nggak ada pemeriksaan rambut mendadak (bagi yang cowok), emang di SMA, tau-taunya guru dateng dateng udah bawa gunting aja. mahasiswa juga nggak perlu bawa tas gede, yang mini aja biar simpel, palingan binder yang nggak boleh ketinggalan ~ FTV banget. mau seperti apa pun itu tetap back to your self, tergantung style masing-masing. so, mahasiswa juga nggak perlu khawatir sama gerbang yang tiba-tiba ketutup, mikirnya cuma gini "palingan dosennya juga telat atau nggak masuk" tapi ada juga beberapa dosen yang tercatat sangat ketat dalam urusan waktu, masuk kelas kelewatan on time alias sebelum jam masuk yang dijadwalkan dan bagi yang telat sedikit aja langsung disuruh pulang. mahasiswa juga nggak punya jadwal tetap dan berderet dari senin sampai sabtu layaknya anak sekolahan, kadang ada dosen yang tiba-tiba minta ganti jam bahkan hari, dalam sehari paling ada tiga mata kuliah, dan dalam seminggu paling ke kampus cuma empat atau lima hari. isu yang kebanyakan ditakuti para calon mahasiswa-mahasiswa baru adalah ketika senior bercerita tentang dosen yang tiba-tiba memberi tugas ini itu, bahan-bahan kuliah yang harus dipersiapkan sendiri berupa lembaran-lembaran kertas alias makalah. salah besar bagi yang memahami mahasiswa sebatas kebebasannya saja, dengan kata lain yang enak-enaknya aja, karena kuliah kenyataannya memang tak semudah yang di FTV.






sesungguhnya dibalik jadwal kuliah yang cuma empat hari, tak ada kata libur bagi mahasiswa karena tongkrongan mahasiswa sebenarnya adalah perpustakaan, disana berbagai macam buku setia menemani dan jangan salah ketika mahasiswa ke kampus hanya dengan membawa sebuah binder, karena sebenarnya buku rujukan mahasiswa tidak hanya satu, kalau kata dosen saya, "sekurang-kurangnya anda harus membaca sepuluh buku untuk satu matakuliah" dan ketika dosen telat atau tidak hadir bukan berarti it's free time dan waktunya ke kantin sebagaimana ketika masa putih abu-abu dulu, karena mahasiswa sudah bukan saatnya lagi untuk disuapi layaknya guru-guru di sekolahan dulu yang dengan sabar menjelaskan materi demi materi pembelajaran sampai muridnya benar-benar paham. bukannya materi kuliah mahasiswa sendiri yang menyiapakannya dan tugas dosen cuma mengarahkan, selebihnya kesempatan untuk mahasiswa yang berusaha, kalaupun dosen hadir, paling beliau cuma duduk atau setidaknya berjalan sekeliling kelas, karena seperti yang kita ketahui metode pembelajaran mahasiswa adalah penyampaian makalah dan diskusi. menemukan, berargumen, dan menjelaskan. ibarat sebuah gelas, dulu ketika berstatus siswa kita bagaikan gelas kosong yang dituangi air berupa penjelasan para guru namun, ketika status sudah berubah menjadi mahasiswa, ibarat gelas yang tadinya kosong kini setidaknya setengah dari gelas itu telah berisi air, sehingga dari diskusi-diskusi dan arahan dosen gelas tadi semakin berisi dan terus berisi.
 jadi, jangan sekedar memandang mahasiswa dari segi yang menyenangkan saja.





# ditulis ketika merasa sedikit lelah ditengah tumpukan tugas ~ just refresh :)

salam mahasiswa ^_^ FIGHTING!!! ^_^


Heart Problem



dari kebanyakan sahabat yang berbagi cerita kepadaku, pasti mereka selalu mengeluhkan tentang perasaan, lebih tepatnya persoalan cinta...
sudah merupakan fitrah setiap insan memiliki rasa cinta dan dari cintalah bersumber segala kebahagian tapi, kenapa bagi sebahagian insan cinta itu malah mempersulit dan sumber segala kegalauan, terkhusus kaum hawa.

pembahasan cinta disini bukan sembarangan cinta, lebih tepatnya ketertarikan atau rasa kagum terhadap seseorang yang memberikan getaran dan kesan tersendiri, sosok seperti apakah itu? setiap kita pasti menyimpan jawabannya masing-masing.
setiap insan yang meyakini sebuah cinta pasti diawali dengan kebahagian lantas, kenapa tiba-tiba menjadi rumit?

jiwa yang jatuh ke dalam jurang cinta mulai terombang-ambing, sehingga ia tak sadar betapa jauh ia terseret karena begitu terlena akan kesenangan sesaat, dan saat semuanya hanyut ditelan gelombang yang tersisa hanya ia yang tak henti maratapi waktu dan menyalahi diri. waktu pun dihitung mundur, menyesali setiap hari yang telah dilalui bersama cinta yang dulu pernah menjadi penghuni di relung hati, muncul lah hal-hal yang disebabkan oleh kata-kata gagal move on. inilah salah satu alasan mengapa islam mengharamkan pacaran, karena begitu banyak mudharat yang mungkin saja terjadi.

lalu, bagaimana dengan yang mengagumi dalam diam, kenapa masih saja akrab dengan yang namanya galau? karena hari-harinya hanya disibukkan untuk memikirkan segala hal tentang sosok yg dikagumi yang seolah-olah telah mengalihkan dunianya.
الا بذكر الله تطمئن القلوب
sesungguhnya hanya dengan mengingat Allah lah hati akan menjadi tenang.
logikanya aja ni ya, kenapa kita harus pusing mikirin seseorang sementara dia sama sekali tak tahu menahu bagaimana sulitnya kita yang terus-terusan dihantui pikiran tentang dia. enjoy your day, ayolah guys...jangan habiskan masa mudamu hanya untuk memikirkan cinta yang belum jelas kepastiannya, waktumu terlalu singkat jika digunakan untuk itu.
mengutip perkataan seorang senior "jadilah seperti elang yang menangis sendiri dan terbang lebih tinggi dari burung-burung lainnya"

dan bagaimana jika menaruh harapan?
ya, berharaplah sekedarnya, agar ketika tak sesuai harapan kamu tidak terlalu merasakan sakit dan agar kamu tidak merasa seperti diberi harapan palsu, apa jangan-jangan kamunya aja yang merasa diberi harapan, padahal orang yang dimaksud tak merasakan perasaan yang sama sedikitpun, jadi kesannya kamu aja yang terlalu berharap, miris nggak sih...
came on girls...stay calm and moving on

sebelum mencintai hambanya, terlebih dahulu cintailah pemilikNya, Sang Maha Cinta yang padaNya berpulang segala harapan dan karenaNya lah sosok yang kini kau kagumi menjadi seperti yang ada dalam pandanganmu. jangan kau cintai seseorang melainkan atas dasar kecintaanmu padaNya. jangan risau perkara jodoh, jika telah waktunya Allah akan hadirkan seseorang yang telah ditetapkanNya untukmu.
اللهم إنى أسألك حبك, و حب من يحبك, و حب العمل الذى يقربنى إلى حبك                      

kalau bicara masalah cinta pasti tak ada habisnya, akan ada saja keluhan-keluhan lainnya, kembali kepada diri masing-masing. tinggalkan apa saja yang sekiranya meragukan hatimu. terkhusus untuk seorang teman yang baru saja berkeluh kesah tentang hal ini, bertahanlah pada prinsipmu, tetap istiqomah, la'allahu khair insyaallah...



Minggu, 22 Maret 2015

Qanathir el Khairiyah



(spesial untuk generasi emas, 15’th generation of KNPI)




Karya: Rahmatul Laili



Qanathir el-khairiyah
Setiap sisi bertanya, apa itu
Seluruh penjuru tak ada yang tau, siapa dia
Semesta masih ragu, kenapa mereka
Ini baru pemula

Qanathir el-khairiyah
Bukan saya, tidak dia, apalagi mereka
Tapi itu kita, ya kita el-qaerha
Wajah boleh tak serupa
Namun hati kita satu, menyatu dalam cinta

Qanathir el-khairiyah
Jarak boleh memberi ruang
Tapi jangan jadikan ia penghalang
adakah terngiang janji singgalang
Akan ukhuwah yang takkan pernah lekang 

Qanathir el-khairiyah
Tak mengapa pikiran berbeda
Tujuan kita tetap sama
Melangkah untuk cita-cita
Demi hari esok nan bahagia

Qanathir el-khairiyah
Kelamnya malam usah takuti
Bintang tak mungkin hadir siang hari
Jangan risau pada merapi
Kabut  takkan lama menutupi

Qanathir el-khairiyah
Biarkan mereka yang sekarang mencela
Kayuh saja terus perahumu
Hingga dunia menjadi percaya
Dan mereka tertunduk malu

Qanathir el-khairiyah 
Katakan kita ada, kita satu
Sorakkan kita bisa, kita mampu
Yakinkan impian bukan sekedar angan-angan
Buktikan ia pasti dalam genggaman



Ciputat, 13 Oktober 2014

The Story of us

bicara soal sahabat, apa yang seketika terlintas di pikiran kita?
siapa sih sahabat?
seperti apa juga yang dinamakan persahabatan?
pastilah masing-masing kita mempunyai jawabannya
sosok teman seperti apa yang kita kategorikan menjadi seorang sahabat?

sebahagian orang ada yang mengatakan, sahabat itu nggak perlu banyak, satu saja cukup untuk selamanya
dan kalau bicara masa putih abu-abu yang identiknya sama kisah persahabatan pasti pengen nostalgia terus..

nih, sekedar berbagi cerita...
tertulis satu hari yang paling bersejarah dimana kita yang awalnya hanya mengenal sebatas nama mulai mengenal lebih dekat lagi, yang awalnya hanya mengenal sebahagian mulai mengenali keseluruhan. siang itu Rabu 14 September 2011 merupakan hari pertama kita dengan bangga menyandang nama baru yang diberikan seorang guru untuk sejumlah siswi yang awalnya berjumlah 37 orang. perlahan kita mulai mengarungi bersama samudera kehidupan asrama, pasang surut hingga gelombang yang terkadang datang silih berganti benar-benar menguji kekuatan dan kesiapan mental. bukan untuk menjatuhkan tapi mendidik bagaimana seharusnya pribadi agar tak goyah dihantam badai, laksana karang di tengah lautan. karena berbagai hal, jumlah yang tadinya 37 satu per satu berkurang hingga akhir yang tersisa hanya 33 orang, seperti bilangan dzikir dan seorang guru memberikan nama tambahan yaitu generasi dzikir, masih banyak nama lainnya yang diberikan guru-guru, seperti generasi emas yang diberikan seorang guru di hari jadi generasi kita yang kedua, generasi penyair yang diberikan guru Bahasa Indonesia ketika kita ditugaskan menulis bait-bait puisi dan membacakannya di depan kelas, an-najihat panggilan kita di asrama yang berarti para perempuan sukses, aamiin insyaallah. dari sekian banyak nama tetap bernaung di bawah satu nama yaitu Qanathir el Khairiyah. masih jelas dalam memory, dibalik makna tersirat tersimpan harapan besar saat nama itu diberikan. la'allahu khair insyaallah...

hari demi hari dilalui, tahun demi tahun terlewati, waktu seakan berlari semakin kencang melebihi kecepatan rata-rata, detik-detik penghujung semakin mendekat, perpisahan tinggal hitungan jari. kalau boleh jujur, aku memang ingin begitu, segera beranjak mencari suasana baru, memasuki kehidupan mahasiswi, menghirup hawa perkuliahan, tanpa pernah membayangkan bagaimana nanti, apakah masih aku temui suasana seperti di asrama itu?
apakah masih aku dapati teman-teman seperti mereka?  setiapa sudut memiliki ciri khas yang berbeda-beda , terkadang begitu kocak dengan humor-humor yang menggelitik perut, jangan harap bisa menahan tawa jika para pelawaknya sudah beraksi, bahkan yang paling serius sekalipun bisa tertawa terpingkal-pingkal. di sisi lain ada masa dimana kita benar-benar diguncang dengan kekompakan yang diuji hingga terjadi pertumpahan air mata.

kini, disaat bunga-bunga sakura itu telah benar-benar gugur, disaat itu pula kita benar-benar terpencar, ketika terbangun tidak lagi berada di bawah atap yang sama, tak lagi mendengar kehebohan saat kehabisan air di kamar mandi, cukup tuliskan kisah kita dalam diary hati dan pikiran takkan mampu menghapusnya, bukan aku, bukan juga kamu, tapi kita yang telah menjadikan pertemuan itu kian berarti dan masa putih abu-abu terasa sempurna.

seperti sebuah mimpi, aku bangga bisa berada di tempat itu bersamamu sahabat, hingga akhir jasad ini menyatu dangan tanah negeri yang entah di belahan bumi mana, walau semua telah menghilang seperti mimpi tadi malam. ~ just a little memory

tak selamanya masa putih abu-abu berkesan karena cinta tapi persahabatan akan menjadikannya lebih bermakna
dan bagi saya sahabat itu ya mereka, selamanya akan tetap begitu... :)

 before sport

 denah kelas created by: ayii ^_^

  
saturday memory
(berburu gorengan di kantin belakang sekolah)


 persiapan sebelum pementasan drama 

 after final examamination

persiapan lomba dekorasi kelas

 pementasan drama akhir 
(lareh simawang)

our 2nd birthday party

our school